Laman

Saturday, July 23, 2011

WORKSHOP FORUM INSTRUKTUR INDONESIA - peran instruktur dan asesor dalam peningkatan sumber daya manusia sektor konstruksi

Workshop forum instruktur indonesia
Jakarta 3 Juli 2010

peran instruktur dan asesor dalam peningkatan
  sumber daya manusia sektor konstruksi

Oleh: Ir. Syaiful Mahdi
(Ketua Umum DPP Ikatan Instruktur dan Asesor Pelatihan Konstruksi Indonesia)


ABSTRAK
Tenaga kerja sektor konstruksi yang profesional, andal, beretika, dan berdaya saing tinggi merupakan faktor utama dalam mensukseskan berbagai program pembangunan nasional. Undang-undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi mensyaratkan setiap tenaga kerja konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian/keterampilan sesuai dengan jabatan kerjanya.

Untuk mendapatkan tenaga kerja yang dimaksudkan di atas, dan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi tantangan regional dan global saat ini, diperlukan pelatihan keahlian dan keterampilan yang dilakukan oleh tenaga pelatihan/instruktur yang kompeten.

Saat ini kebutuhan akan pelatihan tanaga kerja konstruksi dirasakan semakin  meningkat, baik untuk memenuhi pasar kerja dalam negeri maupun pasar kerja luar negeri. Dalam 5 tahun ke depan, pemerintah melalui Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) mempunyai program melatih 3 juta tanaga kerja konstrusi. Ini merupakan program yang sangat menantang.

Untuk melaksanakan pelatihan dan asesmen yang sesuai dengan kompetensi keahlian atau keterampilan di sektor konstruksi diperlukan peran instruktur dan asesor yang memenuhi kompetensi sebagai instruktur pelatihan dan asesor tenaga kerja konstruksi.

Tulisan ini mencoba menguak peran instruktur pelatihan jasa konstruksi dan asesor  yang meliputi tidak hanya melaksanakan pelatihan, pembekalan,  atau uji kompetensi tetapi juga membantu pemerintah dalam menyiapkan perangkat yang dibutuhkan untuk pelatihan tersebut.

Perangkat ini mencakup:
1). Menyiapkan/menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
2). Menyusun Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK)
3). Menyusun Materi Uji Pelatihan dan Materi Uji Kompetensi (MUP dan MUK)
4). Menyusun Modul/Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi
5). Melakukan uji kompetensi (asesmen)
6). Perkuatan lembaga pelatihan dan lembaga  uji kompetensi
7). Memberikan masukan kepada pemerintah tentang prioritas program pelatihan


------------000-----------
1.     Pendahuluan
Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu unsur utama dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang profesional, andal, beretika, dan berdaya saing tinggi merupakan program yang harus diprioritaskan, tidak terkecuali tenaga kerja sektor konstruksi. Tenaga kerja sektor konstruksi harus mampu memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor konstruksi Indonesia memiliki kontribusi 4 – 8 % Gross Domistic Product (GDP) dan menyerap 5,2 % total angkatan kerja dengan pertumbuhan rata-rata tahun 2008 – 2012 sebesar 5,74% (Ref. Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK).

Tantangan yang dihadapi
Di samping hal tersebut di atas, ketenaga-kerjaan Indonesia khususnya sektor konstruksi menghadapi beberapa tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu berasal dari kondisi internal Indonesia sendiri dan juga berasal dari kondisi eksternal Indonesia.
Kondisi internal Indonesia yang menjadi tantangan tersebut antara lain adalah:
1).  Dari 5,8 juta tenaga kerja konstruksi yang dibutuhkan (2009) hanya 3% yang tersertifikasi (Sambutan Menteri Pekerjaan Umum dalam GNPK).
2).  Dari 1200 jabatan kerja yang ada (2009), hanya kira-kira 220 jabatan kerja yang ada standar kompetensinya (SKKNI). Sebagian dari 220 jabatan kerja yang ada SKKNI nya sudah perlu ditinjau ulang (review).
3).  Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK), modul, dan materi uji kompetensi (MUK) jabatan kerja yang ada SKKNI nya perlu pula ditinjau ulang (review).
4).  Program pelatihan profesi berbasis kompetensi, termasuk pelatihan instruktur (TOT) masih dirasakan sangat kurang.
5).  Dampak krisis ekonomi global masih belum hilang sama sekali, peluang mendidik tenaga kerja sektor non-konstruksi menjadi tenaga kerja sektor konstruksi masih terbuka.
6).  Daya saing, produktifitas, dan kualitas hasil kerja tenaga kerja konstruksi Indonesia masih perlu ditingkatkan baik untuk mengisi pasar domestik maupun pasar global.
7). Bulan Desember 2009 pemerintah telah meluncurkan program pelatihan 5 tahun (2010 – 2014) yang disebut Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) yang intinya berisikan:
a)   Pelatihan sekitar 3 juta tenaga kerja konstruksi (tenaga ahli dan tenaga terampil)
b)   Penyusunan 600 SKKNI, termasuk menyusun KPBK, MUK, dan Modul berbasis kompetensi.
c)   Melakukan perkuatan dan pendampingan lembaga pelatihan dan uji kompetensi.
d). Bantuan sarana dan prasarana pelatihan dan uji kompetensi.      
Kondisi eksternal Indonesia yang menjadi tantangan adalah:
1).  Asean Free Trade Area (AFTA) yang telah berjalan mulai 2002/2003. Saat ini telah diberlakukan pula China-AFTA dan sedang dipersiapkan India-AFTA.
2).  Asia Pacific Economic Community (APEC) yang direncanakan berlaku mulai tahun 2010.
3). World Trade Organization (WTO), General Agreement on Tariff and Tax (GATT), General Agreement on Trade and Services (GATS) yang kesemuanya direncanakan berlaku mulai tahun 2020.

Skema kondisi eksternal tersebut disajikan pada Gambar 1 berikut ini:


Gambar 1: Kondisi Eksternal yang Menjadi Tantangan Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia.

Kesiapan Menghadapi Tantangan
Dapatkah Indonesia membendung arus globalisasi ini? Ataukah akan menjadi penonton di dalam negeri sendiri? Akankah pasar sektor konstruksi dalam negeri diisi oleh tenaga kerja luar yang mempunyai kompetensi dan berdaya saing tinggi?
Jawaban pertanyaan itu adalah: “tidak dapat!”. “Ya, akan menjadi penonton”. Ya akan diisi oleh tenaga kerja asing”.
Jawaban seperti itu akan muncul bila kita tidak siap menghadapinya!
Lalu apa yang harus dilakukan agar jawaban pertanyaan di atas berbunyi: ”Indonesia dapat membendung arus globalisasi itu!”. Tidak! Indonesia tidak akan menjadi penonton di negeri sendiri!”. Tidak! Tenaga kerja asing hanya akan mendapat bagian melalui kompetisi ketat dengan tenaga kerja Indonesia sekalipun untuk pelaksanaan pekerjaan dengan dana bantuan asing atau pekerjaan dari investor asing”.

Untuk itu, Bangsa Indonesia harus mempersiapkan tenaga kerja konstruksi yang profesional, beretika, andal, dan berdaya saing global. Tenaga kerja yang demikian itu hanya bisa dihasilkan melalui pendidikan, pelatihan, pembekalan, dan uji kompetensi.

Melalui pendidikan, pelatihan, pembekalan, dan uji kompetensi tersebut di atas, tenaga kerja konstruksi Indonesia akan memiliki dan memenuhi standar kompetensi tertentu yang siap tidak hanya untuk pasar dalam negeri, tetapi juga untuk pasar luar negeri.

Pendidikan, pelatihan, pembekalan, dan uji kompetesi (PPPUK) memerlukan standar kompetensi lengkap dengan Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK), Modul pelatihan, dan Materi Uji Kompetensi (MUK). Kesemua ini perlu disiapkan sebelum pelaksanaan PPPUK.

1.     Peran Instruktur dan Asesor
Dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja sektor konstruksi agar menjadi tenaga kerja yang profesional, andal, beretika, dan berdaya saing tinggi, perlu dilakukan berbagai kegiatan berupa pelatihan/pembekalan, dan uji kompetensi.

Untuk mencapai hal tersebut instruktur dan asesor harus dapat berfungsi sebagai pioner dalam merubah tantangan menjadi peluang dengan sasaran:
1). Membekali tenaga kerja konstruksi agar memiliki kompetensi sesuai dengan yang disyaratkan.
2). Menciptakan tenaga kerja konstruksi yang profesional, andal, dan berdaya saing tinggi.
3). Membuka dan memperluas kesempatan kerja sektor konstruksi dengan mendaya gunakan tenaga kerja non-konstruksi yang terkena dampak krisis ekonomi/moneter global melalui pelatihan/pembekalan dan uji kompetensi.

Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja konstruksi, baik tenaga ahli maupun tenaga terampil, selalu harus mengacu pada kompetensi yang disyaratkan. 
Pemenuhan kompetensi yang disyaratkan untuk setiap tenaga kerja hanya dapat dicapai melalui pelatihan atau pembekalan, dan uji kompetensi.
Untuk dapat dipenuhinya kompetensi yang disyaratkan, diperlukan Standar Kompetensi Kerja Nasional, yang kita kenal dengan nama Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Sebelum seorang tenaga kerja mengikuti uji kompetensi, ia haruslah menguasai dan memahami isi dan kandungan SKKNI. Hal ini dapat dicapai melalui pelatihan dan atau pembekalan.

Inilah fungsi instruktur dan asesor; melatih, membekali, dan menguji tenaga kerja agar kompeten, profesional, andal dan berdaya saing tinggi.

2.     Tugas Instruktur dan Asesor.
Di samping fungsinya melatih, membekali, dan melakukan uji (kompetensi), instruktur dan asesor mempunyai tugas menyiapkan SKKNI termasuk materi/modul pelatihan berbasis kompetensi. Di samping itu instruktur dan asesor juga mempunyai tugas memberikan masukan prioritas program pelatihan dan mengevaluasi pelatihan yang dijalankan.

Tugas instruktur dan asesor dapat diringkas sebagai berikut:
1). Memberikan pelatihan (mengajar), membekali, dan melaksanakan uji kompetensi
2). Membantu menyusun penetapan area kerja/jabatan kerja sektor konstruksi
3)   Menyusun dan mereview SKKNI, lengkap dengan Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK), Materi Uji Pelatihan (MUP), dan Materi Uji Kompetensi (MUK).
4). Menyusun adopsi/adaptasi SKKNI negara lain, lengkap dengan kurikulum pelatihan berbasis kompetensi (KPBK), materi uji pelatihan (MUP), dan materi uji kompetensi (MUK).
5).  Menyusun (mereview) modul/materi pelatihan (berbasis kompetensi).
6). Uji-coba penggunaan modul/materi baru.
7). Memberikan masukan prioritas program pelatihan dan evaluasi pelaksanaan pelatihan.
8).  Memberikan masukan prioritas pelaksanaan program pelatihan.

3.     Proses Sertifikasi/Asesmen
Sertifikasi Tenaga Ahli
Seseorang yang telah mempunyai keahlian tertentu melalui pendidikan formal, non-formal, atau informal dapat memiliki sertifikat profesi untuk bidang tertentu sesuai dengan standar kompetensinya. Ia dapat langsung mengikuti asesmen untuk kompetensi tingkat tertentu atau mengikuti pelatihan/pembekalan terlebih dahulu. Yang penting adalah bahwa ia harus memenuhi seluruh Unit Kompetensi yang ada pada Standar Kompetensi. Jika tidak memenuhi, ia akan gagal mendapatkan sertifikat. Jika ia mengikuti pelatihan/pembekalan terlebih dahulu, ia akan mempunyai pengetahuan tentang unit-unit kompetensi yang akan diujikan sehingga kemungkinan gagal hampir tidak ada.

Setelah seseorang memiliki sertifikat keahlian pada tingkat/level tertentu, ia dapat meningkatkan tingkat/level keahliannya ke tingkat yang lebih tinggi. Misalnya seseorang yang telah memiliki level ahli muda ditambah pengalaman, dapat meningkatkan levelnya menjada ahli madya, asalkan ia dapat memenuhi kompetensi tingkat ahli madya. Peningkatan inipun dapat dilakukan melalui uji kompetensi langsung, namun dapat pula melalui pelatihan/pembekalan terlebih dahulu.

Demikian pula halnya dengan seseorang yang telah memiliki tingkat/level keahlian tertentu dapat mengikuti asesmen keahlian spesifik (spesialisasi) secara langsung ataupun melalui pelatihan atau pembekalan. Sama halnya jika seseorang memiliki pendidikan tertentu dapat langsung mengikuti asesmen untuk keahlian spesifik/spesialisasi.

Skema proses sertifikasi/asesmen tenaga ahli disajikan pada Gambar 2 berikut ini :
Sertifikasi Tenaga Terampil
Analog dengan proses sertifikasi tenaga ahli, seseorang yang mempunyai pengetahuan/ keterampilan tertentu dapat langsung diberi sertifikat keterampilan sepanjang memenuhi kompetensi yang disyaratkan melalui uji kompetensi. Untuk menjamin pemenuhan kompetensi yang disyaratkan, ia dapat mengikuti pelatihan/pembekalan sebelum mengikuti uji kompetensi. Setelah mendapat sertifikat keterampilan di tingkat (level) tertentu, ia dapat mengikuti uji kompetensi untuk level yang lebih tinggi, misalnya dari tukang kayu menjadi kepala tukang kayu. Ia juga dapat mengikuti uji kompetensi (asesmen) dari tukang batu menjadi spesialis, contohnya dari tukang batu menjadi tukang pasang keramik. Semua itu dapat ditempuh secara langsung atau melalui pelatihan/pembekalan terlebih dahulu.

Skema proses sertifikasi/asesmen tenaga terampil disajikan pada Gambar 3 berikut ini :


1.      Standar Kompetensi Kerja Instruktur Pelatihan Jasa Konstruksi
Bulan Desember 2007, Kementerian (d/h Departemen) Pekerjaan Umum telah menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Instruktur Pelatihan Jasa Konstruksi dengan Nomor Registrasi INA 5750 411 01 00 07.

Unit dan Elemen Kompetensi
SKKNI Instruktur Pelatihan Jasa Konstrksi tersebut berisikan 14 unit kompetensi yang harus dipahami dan diketahui oleh setiap instruktur. Setiap unit kompetensi berisikan   3 –5 elemen kompetensi, dengan jumlah seluruhnya 49 elemen kompetensi.
Unit dan elemen kompetensi Instruktur Pelatihan Jasa Konstruksi tersebut disajikan pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1: Unit dan Elemen Kompetensi Instruktur Pelatihan Jasa Konstruksi
No.
UNIT KOMPETENSI
Elemen Kompetensi
1.
Menerapkan Kode Etik Profesi Instruktur
1.1.  Mempelajari kaidah dasar kode etik profesi instruktur.
1.2.  Melaksanakan kode etik profesi instruktur.
1.3.  Memonitor dan evaluasi   pelaksanaan kode etik profesi instruktur.
2.
Menerapkan Peraturan dan Perundangan yang berhubungan dengan profesi  Instruktur.

2.1.  Menginventarisasi Peraturan dan Perundangan yang berhubungan  dengan profesi Instruktur.
2.2.  Menerapkan ketentuan peraturan dan perundangan yang terkait.
2.3.  Mengevaluasi penerapan Peraturan dan Perundangan yang berhubungan dengan profesi instruktur .
3.
Menyiapkan laporan pembelajaran
3.1.  Menyiapkan borang-borang (formulir) laporan.
3.2.  Membuat laporan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
3.3.  Menyerahkan laporan.   
4.
Merumuskan rancangan pembelajaran pada berbagai jenis Pelatihan.

4.1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional.
4.2. Merumuskan tujuan pembelajaran pada berbagai jenis pelatihan.
4.3. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).
4.4. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik peserta pelatihan.
5.
Menyusun Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) dan Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
        Mempelajari pengertian, manfaat TPU, TPK, GBPP dan SAP.
        Menyusun GBPP.
        Menyusun SAP.

6.
Menerapkan metode pelatihan sesuai dengan tujuan pelatihan.
6.1. Mempelajari metode pembelajaran  dalam  proses pelatihan.
6.2. Merancang Kebutuhan Metode Pembelajaran
6.3. Menentukan metode pembelajaran sesuai dengan sasaran pembelajaran.
6.4. Menggunakan kombinasi metode pembelajaran.
7.
Menyampaikan Materi pelatihan dengan baik sesuai sasaran pembelajaran
7.1. Mempelajari ruang lingkup materi ajar yang harus dikuasai peserta pelatihan sesuai dengan GBPP.
7.2. Mengidentifikasi fungsi kegiatan pendalaman materi.
7.3. Meningkatkan penguasaan  materi yang akan     diberikan.
7.4. Menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan GBPP dan SAP.
No.
UNIT KOMPETENSI
Elemen Kompetensi
8.
Mempersiapkan naskah penyampaian materi yang mudah dimengerti sesuai dengan kebutuhan/sasaran pelatihan
8.1. Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran Khusus.
8.2. Mengembangkan Materi Pembelajaran.
8.3. Melakukan latihan.
9.
Menggunakan media pelatihan
9.1.  Mengidentifikasi jenis-jenis media.
9.2.  Menentukan kriteria untuk memilih media yang tepat.
9.3.  Menggunakan  media yang efektif.
10.
Menyusun bahan/materi pelatihan dengan menggunakan media.
10.1     Membuat narasi/ringkasan inti materi/modul/ bahan ajar meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
10.2     Merancang kebutuhan peralatan/media pembelajaran, sesuai tujuan pokok pelatihan.
10.3     Membuat rencana waktu atau jadwal pengajaran secara rinci dari menit ke menit sesuai modul/ bahan ajar dimaksud.
11.
Menyiapkan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta
11.1Membuat lembar tugas bimbingan berupa kuosioner atau soal-soal pelatihan sesuai inti modul/bahan ajar yang harus dikerjakan setiap peserta dan atau soal interaktif.
11.2Memilih lembar tugas yang akan digunakan sesuai dengan materi/bahan ajar.
11.3Menyiapkan formulir kendali sebagai laporan kegiatan perorangan atas hasil penyelesaian lembar tugas.
12.
Membimbing peserta melakukan praktek sesuai dengan bidangnya
12.1.  Menyusun lembar tugas bimbingan praktikum.
12.2.  Menyiapkan kebutuhan media dan peralatan praktikum sesuai dengan keperluan.
12.3.  Menyiapkan formulir kendali sebagai bahan kajian atas pelaksanaan kerja praktikum.
13.
Mengoperasikan peralatan kerja.
13.1. Memilih/menentukan kebutuhan peralatan yang akan digunakan selama proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus (TPK).
13.2. Menggunakan peralatan kerja baik teori/praktek sesuai dengan fungsinya.
13.3. Mengoperasikan peralatan kerja baik teori/praktek.
13.4.  Memelihara peralatan kerja dengan baik dan benar.
13.5.  Menyiapkan laporan.
14.
Melakukan penilaian hasil pelatihan
14.1. Mempelajari pengertian, kegunaan dan etika dalam melakukan penilaian hasil belajar.
14.2.  Merencanakan metode dan kebutuhan untuk melaksanakan penilaian hasil belajar.
14.3.  Mengadministrasikan tes/hasil tes sesuai dengan kaedah dan etika penilaian.
14.4.  Mengolah hasil penilaian sesuai dengan jenis tes.
14.5.  Menganalisis naskah dan butir soal sesuai dengan kaedah dan standar kompetensi yang ditentukan.
Klasifikasi dan Kualifikasi Instruktur
Menurut SKKNI Instruktur Pelatihan Jasa Konstruksi, klasifikasi instruktur terdiri dari 4 tingkat (level) yaitu i) Instruktur Utama, ii) Instruktur Madya, iii) Instruktur Muda, dan iv) Instruktur Keterampilan.

Instruktur Utama dapat melatih semua tingkat ahli (utama, madya, dan muda) termasuk manajer. Instruktur Madya dan Muda dapat melatih ahli madya/muda dan Teknisi senior/keterampilan, sedangkan Instruktur Keterampilan hanya dapat melatih level keterampilan/teknisi senior/yunior.


Kualifikasi Istruktur Pelatihan Jasa Konstruksi: Berpendidikan minimum S1 untuk instruktur ahli dan SMK untuk instruktur terampil dengan pengalaman minimum 5 (lima) tahun pada proyek-proyek jasa konstruksi.

Latar belakang pengalaman Instruktur dapat sebagai purnabakti baik Kementerian Pekerjaan Umum (KEMPU) maupun swasta,  widyaiswara, pegawai negeri sipil (PNS)  non widyaiswara, dan praktisi/ profesional non PNS, serta pakar/dosen perguruan tinggi.

6.     Pelatihan Berbasis Kompetensi.
Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengamanahkan setiap tenaga kerja konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian/keterampilan yang sesuai dengan jabatan kerjanya. Setiap Jabatan Kerja mempunyai SKKNI yang berisikan sejumlah unit kompetensi yang harus dikuasai oleh tenaga kerja bersangkutan. Setiap unit kompetensi (yang berisikan sejumlah elemen kompetensi) harus dikuasai agar seseorang dapat dinyatakan “kompeten”. Melalui pelatihan/pembekalan seseorang akan lebih cepat menguasai dan memahami seluruh unit kompetensi sehingga ia dapat melewati asesmen/uji kompetensi dengan baik.

Karena itulah diperlukan pelatihan berbasis kompetensi. Setelah seseorang mengikuti pelatihan berbasis kompetensi, ia akan memiliki sertifikat pelatihan dan mendapat jalan menuju asesmen suatu jabatan kerja.

Pelatihan berbasis kompetensi memerlukan :
1). Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
2). Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK)
3). Materi Uji Pelatihan dan Materi Uji Kompetensi (MUP dan MUK)
4). Modul/Materi pelatihan sesuai dengan KPBK.

Pelatihan yang diuraikan di atas mencakup tidak hanya pelatihan khusus tenaga kerja sektor konstruksi, baik ahli maupun terampil, namun juga pelatihan instruktur pelatihan itu sendiri. Pelatihan tersebut dikenal dengan ‘Pelatihan Instruktur Pelatihan’ atau dikenal juga dengan nama ‘Training of Trainer’ (TOT).

Kementerian Pekerjaan Umum dalam kurun waktu 2010 – 2014 mempunyai program khusus mengadakan TOT untuk  2000 orang dan tenaga kerja konstruksi (terampil dan ahli) sebanyak 60.000 tenaga kerja. Secara keseluruhan, tahun 2010 – 2014, pemerintah mempunyai program pelatihan tenaga kerja konstruksi untuk 3 juta tenaga kerja yang dirancang dalam Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK).
Untuk memenuhi target pelatihan tersebut, sangatlah diperlukan peran dari instruktur yang kompeten, yaitu instruktur yang memenuhi Kompetensi Kerja Instruktur Pelatihan Jasa Konstruksi.

7.     Penutup
Dalam menyiapkan tenaga kerja konstruksi yang andal, profesional, beretika, dan berdaya saing tinggi untuk mengahadapi era globalisasi saat ini diperlukan sejumlah besar pelatihan tenaga kerja konstruksi. Pelatihan tersebut harus berdasar standar kompetensi tertentu. Pelatihan ini dikenal sebagai ‘Pelatihan Berbasis Kompetensi’.

Pelatihan berbasis kompetensi hanya dapat dilaksanakan jika hal-hal di bawah ini tersedia:
1). Standar  Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) lengkap dengan Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK), MUP dan MUK, serta Modul pelatihan berbasis kompetensi.
2). Instruktur yang kompeten, yaitu instruktur yang memenuhi kompetensi.
3). Lembaga pelatihan dan uji kompetensi.
4). Sarana dan prasarana pelatihan dan uji kompetensi.
                                    
Instruktur pelatihan tenaga kerja konstruksi mempunyai tugas dan peran mengadakan pelatihan dan uji kompetensi, membantu menyusun SKKNI termasuk kelengkapannya, serta membantu perkuatan lembaga pelatihan dan uji kompetensi. Sudah barang tentu tugas penyediaan instruktur yang kompeten juga merupakan tugas instruktur melalui ‘training of trainer’.


------0000000------

Salam Kekuatan Berawal Dari Hati bayoete.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Silahkan Komentar maupun Pesannya.... lampirkan alamat email atau web anda:..... Thanks