Laman

Saturday, January 7, 2012

keselamatan dan kesehatan kerja


==================================================
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Menimbang     :    bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
Mengingat       :    1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
                            2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi serta peninjauan dan peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
3. Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.
7. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
Penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan peyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/ buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta
c. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, efisien, dan produktif.

Pasal 3
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan nasional tentang SMK3 sebagai pedoman bagi pengusaha untuk menerapkan SMK3.
(2) Penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.

Pasal 4
(1) Kebijakan nasional tentang SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, paling sedikit memuat:
a. penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. perencanaan;
c. pelaksanaan rencana;
d. pemantauan dan evaluasi kinerja; dan
e. peninjauan dan peningkatan kinerja.
(2) Pedoman penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah ini.
(3) Pelaksanaan pedoman penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan diatur dalam peraturan masing-masing instansi pembina sektor usaha.

Pasal 5
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan yang memperkerjakan pekerja/ buruh paling sedikit 100 (seratus) orang.
(3) Dalam menerapkan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha wajib berpedoman pada peraturan pemerintah ini, peraturan perundang-undangan serta konvensi internasional yang berlaku bagi masing-masing sektor usaha.
(4) Ketentuan mengenai jumlah pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan apabila perusahaan mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
(5) Penetapan tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA

Bagian Kesatu
Penetapan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pasal 6
(1) Dalam menerapkan SMK3, pengusaha menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang memuat:
a. visi;
b. tujuan perusahaan;
c. komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan
d. kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
(2) Pengusaha dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus:
a. melakukan tinjauan awal kondisi keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi:
1. identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
2. perbandingan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik;
3. peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4. kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan; dan
5. penilaian efisiensi dan efektivitas sumberdaya yang disediakan;
b. memperhatikan peran serta pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/ serikat buruh; dan
c. memperhatikan peningkatan kinerja manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja secara terus menerus.

Pasal 7
Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja kepada seluruh pekerja/ buruh dan orang lain yang berada di perusahaan atau pihak lain yang terkait.

Bagian Kedua
Perencanaan

Pasal 8
(1) Dalam menerapkan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pengusaha membuat rencana.
(2) Rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
a. tujuan dan sasaran;
b. skala prioritas;
c. upaya pengendalian bahaya;
d. penetapan sumber daya;
e. jangka waktu pelaksanaan;
f. indikator pencapaian; dan
g. sistem pertanggungjawaban.
(3) Rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan:
a. hasil penelaahan awal;
b. identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
c. peraturan perundangan dan persyaratan lainnya; dan
d. sumber daya yang dimiliki.

Pasal 9
Pengusaha dalam membuat rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) harus melibatkan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, wakil pekerja/buruh dan pihak lain yang terkait di perusahaan.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Rencana

Pasal 10
(1) Pengusaha harus melaksanakan rencana SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Dalam melaksanaan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha didukung oleh sumberdaya manusia, sarana dan prasarana.
(3) Sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki kompetensi kerja dan kewenangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
(4) Kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit meliputi:
a. sertifikat K3 yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang;
b. surat ijin kerja/operasi; atau
c. surat penunjukan dari instansi yang berwenang.
(5) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit terdiri dari:
a. organisasi/ unit yang bertanggung jawab dibidang keselamatan dan kesehatankerja;
b. anggaran yang memadai;
c. prosedur operasi/ kerja; dan
d. instruksi kerja.

Pasal 11
(1) Pelaksanaan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) sekurangkurangnya
meliputi:
a. tindakan pengendalian;
b. perancangan (design) dan rekayasa;
c. prosedur dan instruksi kerja;
d. penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan;
e. pembelian/pengadaan;
f. produk akhir;
g. upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri;
h. rencana dan pemulihan keadaan darurat.
(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b, c, d, e, dan huruf f berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko.
(3) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dan huruf h berdasarkan potensi bahaya, investigasi, dan analisa kecelakaan.

Pasal 12
(1) Pengusaha dalam melaksanakan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) harus:
a. dilakukan oleh orang yang mempunyai kompetensi kerja dan kewenangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja;
b. melibatkan seluruh pekerja/ buruh dan orang lain yang berada di perusahaan;
c. membuat prosedur informasi;
d. membuat prosedur pelaporan;
e. mendokumentasikan seluruh kegiatan; dan
f. terintegrasi dengan kegiatan manajemen perusahaan.
(2) Prosedur informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus menjamin bahwa informasi K3 terbaru dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan maupun pihak-pihak terkait di luar perusahaan.
(3) Prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. pelaporan terjadinya kecelakaan di tempat kerja;
b. pelaporan ketidaksesuaian;
c. pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja;
d. pelaporan identifikasi bahaya;
e. pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan; dan
f. pelaporan kepada pemegang saham.
(4) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. peraturan perundangan dan standar dibidang K3;
b. indikator kinerja K3;
c. izin kerja;
d. hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko;
e. kegiatan pelatihan K3;
f. kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan;
g. catatan pemantauan data;
h. hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut;
i. identifikasi produk termasuk komposisinya;
j. informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan
k. audit dan peninjauan ulang SMK3.
(5) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dapat menjamin bahwa:
a. diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan;
b. ditinjau ulang secara berkala;
c. sebelum diterbitkan harus disetujui oleh personil yang berwenang;
d. dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu;
e. semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan; dan
f. mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.

Bagian Keempat
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja

Pasal 13
(1) Pengusaha wajib melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja.
(2) Pemantauan dan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan audit internal SMK3.
(3) Dalam hal perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan jasa pihak lain.
(4) Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Pengusaha.
(5) Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan.
(6) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundangan dan/atau standar yang berlaku.

Bagian Kelima
Peninjauan dan Peningkatan Kinerja

Pasal 14
(1) Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, pengusaha wajib melakukan peninjauan.
(2) Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
(3) Hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.
(4) Perbaikan dan peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan berdasarkan:
a. perubahan peraturan perundangan;
b. tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
c. perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
d. perubahan struktur organisasi perusahaan;
e. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi;
f. pengkajian kecelakaan ditempat kerja;
g. pelaporan; dan
h. masukan dari pekerja/ buruh.

BAB III
PENILAIAN PENERAPAN SMK3

Pasal 15
(1) Menteri melakukan penilaian terhadap penerapan SMK3.
(2) Penilaian penerapan SMK3 dilakukan audit SMK3 oleh auditor eksternal independen yang ditunjuk sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Audit SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
a. pembangunan dan pemeliharaan komitmen;
b. pembuatan dan pendokumentasian rencana K3;
c. pengendalian perancangan dan Peninjauan kontrak;
d. pengendalian dokumen;
e. pembelian dan pengendalian produk;
f. keamanan bekerja berdasarkan sistem manajemen K3;
g. standar pemantauan;
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan;
i. pengelolaan material dan perpindahannya;
j. pengumpulan dan penggunaan data;
k. pemeriksaan sistem manajemen;
l. pengembangan keterampilan dan kemampuan personal K3.
(4) Pedoman penilaian penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran II peraturan pemerintah ini.
(5) Penilaian penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun.

Pasal 16
(1). Hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaporkan kepada Menteri untuk bahan pertimbangan dalam upaya-upaya peningkatan SMK3.
(2). Upaya-upaya peningkatan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembuatan dan penyempurnaan standar, kerjasama luar negeri, penghargaan dan promosi, pembinaan atau bimbingan teknis.
(3) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada lampiran III peraturan pemerintah ini.

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 17
(1) Pengawasan terhadap penerapan SMK3 dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan sektor usaha masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. pembangunan dan pemeliharaan komitmen;
b. organisasi;
c. sumber daya manusia;
d. pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang K3;
e. keamanan bekerja;
f. pemeriksaan, pengujian dan pengukuran penerapan SMK3;
g. pengendalian keadaan darurat dan bahaya industri;
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan; dan
i. tindak lanjut audit.
(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk melakukan tindakan pembinaan.

BAB V
SANKSI

Pasal 18
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk memberikan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5.
(2) Bentuk sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19
Perusahaan yang telah menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebelum peraturan ini ditetapkan dapat menyesuaikan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Peraturan Pemerintah mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN...NOMOR...
www.djpp.depkumham.go.id



PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
I. UMUM
Globalisasi perdagangan saat ini memberikan dampak persaingan sangat ketat dalam segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan adanya perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi melalui SMK3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/ serikat buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif.

Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja melalui SMK3 telah berkembang di berbagai negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3 sehingga perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur penerapan SMK3.

Peraturan Pemerintah ini memuat:
- Ketentuan umum;
- Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
- Penilaian Penerapan SMK3;
- Pengawasan;
- Sanksi;
- Ketentuan Peralihan
- Ketentuan Penutup.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan tingkat potensi bahaya tinggi adalah perusahaan yang memiliki potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa manusia, terganggunya proses produksi, dan pencemaran lingkungan kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Peran serta pekerja/ buruh dan/ atau serikat pekerja/ serikat buruh dalam penyusunan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja memberikan masukan dan informasi hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan pekerja/buruh di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
huruf c
Cukup jelas
Pasal 7
Penyebarluasan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan melalui media antara lain papan pengumuman, brosur, verbal dalam briefing/ apel, dan/atau media elektronik lainnya.
Yang dimaksud pihak lain antara lain subkontraktor, penyewa, tamu, pelanggan, pemasok.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
huruf a
Yang dimaksud dengan penelaahan awal adalah kegiatan yang dilakukan pengusaha untuk mengetahui posisi/ kondisi/ tingkat pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan
terhadap penerapan peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja. Kegiatan tersebut juga mencakup evaluasi terhadap kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang ada,
partisipasi pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, tanggung jawab pimpinan unit kerja, analisa dan statistik kecelakaan, dan penyakit akibat kerja, serta upaya-upaya pengendalian yang sudah dilakukan.
huruf b
Identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko dilakukan terhadap mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahanbahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, proses produksi dan sebagainya.
huruf c
Yang dimaksud persyaratan lainnya adalah stándar, pedoman, dan peraturan perusahaan.
huruf d
Yang dimaksud dengan sumber daya adalah personil yang memiliki kualifikasi dan kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja, sarana keselamatan dan kesehatan kerja, alat pelindung diri, alat pengaman, dan anggaran yang dialokasikan untuk program keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan pihak lain yang terkait di perusahaan antara lain akuntan publik, konsultan, penyedia jasa dan penyewa.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam menjamin pelaksanaan rencana, pengusaha membentuk organisasi atau unit kerja, menyediakan anggaran, sarana dan prasarana yang memadai, sumberdaya manusia, menunjuk personil yang kompeten dan memberikan kewenangan serta tanggung jawab dalam penanganan
K3.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud kompetensi kerja adalah kemampuan setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
huruf a
Tindakan pengendalian meliputi pengendalian terhadap kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja sekurang-kurangnya mencakup
pengendalian terhadap bahan, peralatan, lingkungan kerja, cara kerja, sifat pekerjaan, dan proses kerja.
huruf b
Perancangan (design) dan rekayasa meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan ulang, validasi dan penyesuaian berdasarkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
huruf c
Penyusunan prosedur dan instruksi kerja memperhatikan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja dan ditinjau ulang apabila terjadi kecelakaan, perubahan peralatan, perubahan proses dan/ atau perubahan bahan baku serta ditinjau ulang secara berkala.
huruf d
Dalam kontrak penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan, memuat jaminan kemampuan perusahaan penerima pekerjaan dalam memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.
huruf e
Dalam pembelian/pengadaan perlu memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta kelengkapan lembar data keselamatan bahan.
huruf f
Produk akhir dilengkapi dengan petunjuk pengoperasian, spesifikasi teknis, lembar data keselamatan bahan, label dan/atau informasi keselamatan dan kesehatan kerja lainnya.
huruf g
Cukup jelas
huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan potensi bahaya adalah kondisi atau keadaan baik pada orang, peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja, proses produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran dan penyakit akibat kerja.

Yang dimaksud dengan investigasi adalah serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan keterangan/ data atas rangkaian temuan kejadian gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran dan penyakit akibat kerja.

Yang dimaksud dengan analisa kecelakaan adalah serangkaian kegiatan untuk mengadakan analisa dan penyelidikan untuk mengetahui/membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan kesimpulan atas kejadian kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran dan penyakit akibat kerja yang merupakan bagian penting program pencegahan kecelakaan.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Auditor eksternal independen adalah tenaga teknis yang mempunyai kompetensi untuk melaksanakan audit SMK3 yang berasal dari penyelenggara audit independen yang ditunjuk sebagaimana peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN...NOMOR...
www.djpp.depkumham.go.id

No comments:

Post a Comment

Silahkan Komentar maupun Pesannya.... lampirkan alamat email atau web anda:..... Thanks