by 'n9n'
Perlunya reformasi dalam pendidikan Indonesia. Karena bangsa kita tidak saja dihadapkan kepada masalah-masalah internal, tetapi juga tantangan eksternalbuntuk dapat terus mengiringi kemajuan zaman. Bahkan seharusnya tidak saja mengiringi, tetapi ikut andil dalam modernisasi kehidupan manusia. Oleh sebab itu reformasi (pembaharuan) yang diinginkan hendaklah memiliki orientasi yang jelas. Bukan dengan menggunakan politik tambal sulam yang selama ini sering diperankan oleh siapa saja yang menjadi menteri pendidikan. Sehingga berkibat compang-campingnya pendidikan Indonesia. Pada kesempatan ini penulis memberikan beberapa ide yang mungkin dapat dipertimbangkan dalam mereformasi pendidikan Indonesia.
1. Pohon pendidikan bukan jenjang pendidikan
Dalam dunia pendidikan kita mendengar istilah jenjang pendidikan (Educational Ladder) yaitu tangga atau tingkat yang harus dilalui seseorang dalam menggeluti pendidikan secara berturut-turut. Sistem ini memiliki permulaan yang terbatas, kemudian lanjutan yang terbatas dan ujung yang terbatas juga. Contohnya mulai dari SD, kemudian SMP, lalu Jurusan fisika (IPA) di SMU, selanjutnya fakultas tekhnik di perkuliahan dan seterusnya. Dan akan berakhir pada satu titik (puncak tangga). Tidak ada peluang dengan sistem ini untuk mengembangkan diri kebagian yang lain. Karena ia berurutan seperti tangga. Sistem semacam ini perlu ditinjau kembali. Karena ia sangat tidak relefan dengan perkembangan zaman serta kemajuan ilmu dan teknologi.
Untuk mengikuti tuntutan zaman sistem ini sudah semestinya diganti dengan sistem yang lebih fleksibel dan membuka peluang untuk selalu maju dan berkembang. Sistem yang cocok sebagai alternatif adalah sistem Pohon Pendidikan (Educational Tree). Sesuai dengan namanya sistem ini seperti sebuah pohon yang memiliki beberapa unsur yang menjadikannya layak dikatakan sebagai sebuah pohon yang rindang dan berdiri kokoh diatas tanah yang kuat. Unsur tersebut adalah:
1. Tanah yang subur
2. Batang pohon yang kokoh dan menghujam jauh ke dalam tanah
3. Cabang pohon yang bisa tumbuh di mana saja dan dalam jumlah yang tidak terbatas.
4. Dahan dan ranting yang juga dapat tumbuh di bagian mana saja dari pohon.
Pengertiannya adalah sebatang pohon pendidikan memiliki hubungan yang sangat kuat dan erat dengan tanah, kemudian dapat terus tumbuh dan berkembang tanpa batas yang berarti pertumbuhan yang berkesinambungan yang selalu tumbuh dan bergerak secara dinamis tak ubahnya seperti makhluk hidup, dan ia terdiri dari batang yang satu yaitu pendidikan dasar yang harus dilalui oleh setiap orang, kemudian terdiri dari cabang dan ranting yang banyak sekali yang memungkinkan bagi siapa saja untuk bergantung di cabang dan ranting tersebut sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan yang dimiliki, kemudian ia memiliki keistimewaan peluang yang tak terhingga untuk tumbuh dan berkembang, dalam waktu yang sama juga terbuka peluang untuk pindah dari satu cabang kecabang yang lain dan dari satu ranting ke ranting yang lain tanpa batasan umur dan tan pa memandang latar belakang pendidikan sebelumnya.
Secara ringkas pengertian sistem ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Tanah yang subur
Ia merupakan sumber dan tempat berdirinya semua proses pendidikan yang menggambarkan suatu bangsa dan negara. Dari padanyalah batang pohon mengambil segala makanannya. Apabila tanahnya subur dan memiliki komponen-komponen yang sehat dan kuat maka batang pohon tersebut juga akan menjadi kuat dan kokoh. Begitu juga sebaliknya, pohon akan keropos apabila tanah tempat berpijaknya banyak memgandung racun, penyakit virus dan sebagainya. Oleh sebab itu didalamnya harus terdapat agama, falsafah hidup, adat kebiasaan yang baik, dan wawasan kebangsaan (nasionalisme) dengan arti yang sebenarnya. Semua unsur ini harus menjadi inti dan prioritas dalam membuat sebuah kurikulum pendidikan dasar. Dengan menjadikan semua unsur di atas sebagai bagian terpenting dalam pembuatan kurikulum, maka berarti pohon pendidikan tersebut telah mengambil makanannya dengan lengkap.
Sebaliknya mengabaikan salah satu dari unsur di atas berarti pohon tersebut akan sangat mudah diserang penyakit dan hama, tidak akan berbuah, atau buahnya dimasuki ulat, atau buahnya pahit dan tidak tertutup kemungkinan akan mati seketika.
Dengan konsep ini penulis menekankan bahwa pelajaran agama mesti menjadi pelajaran wajib bagi setiap siswa pendidikan dasar, dan harus dalam persentasi yang proposional, bukan pelajaran tambahan tapi menjadi syarat lulus dalam ujian dan dengan nilai minimal yang lebih tinggi dari mata pelajaran lainnya. Pelajaran agama yang hanya dua jam dalam sepekan dan hanya satu mata pelajaran di semua sekolah pemerintah sangatlah tidak proposional. Karena sama artinya dengan mencabut atau memisahkan batang pohon dari tanahnya. Penulis tidak bermaksud hanya untuk agam Islam, tapi semua agama yang resmi di Indonesia. Setiap siswa/ siswi harus mempelajari agamanya dengan baik semenjak pendidikan dasar.
b. Batang pohon
Batang pohon adalah pendidikan dasar yang harus dilalui oleh setiap warga negara. Dalam aplikasinya adalah pendidikan dari usia sekolah 6 tahun sampai usia 15 tahun atau yang populer dengan nama tingkat SD dan SLTP (usia wajib belajar). Karena batang adalah bagian pertama dari pohon yang menghujam lansung ke tanah maka pendidikan di masa ini harus berangkat dari tanah yang sama.
Artinya kurikulum di tingkat ini harus sama. Dengan pengertian tidak ada lagi istilah sekolah agama dan sekolah umum. Semua harus menjadi sekolah agama dan umum, mempelajari kurikulum yang sama. Bagi yang beragama Islam harus mempelajari agamanya dengan porsi yang lebih banyak dari apa yang dipelajari sekarang. Begitu juga yang beragama Kristen, Hindu dan Budha. Masing-masing harus mengenal agamanya dengan baik dan matang. Dengan cara ini semua warga negara memiliki wawasan beragama yang matang dan mantap yang semakin memperkecil konflik antar agama. Karena semua agama mengajarkan kebaikan, walaupun tentunya penulis sebagai seorang muslim harus tetap komitmen dengan Islam yang dianut. Dan penulis melihat pada level ini tidak ada lagi yang namanya pesantren atau ibtidaiyah, karena semua telah mempelajari agama dengan baik dan lengkap dengan kurikulum yang baru.
c. Cabang pohon
Dengan kondisi Indonesia yang sekarang ini yang membutuhkan perbaikan di segala bidang dengan biaya yang seminim mungkin dan perlunya menyediakan tenaga terampil yang murah sebanyakbanyaknya, maka penulis melihat mulainya cabang pohon dari tingkat SLTA. Artinya pada level ini siswa sudah mulai kepada spesialisasi yang memungkinkan mereka untuk lansung terjun ke medan kerja seandainya tidak mampu melanjutkan pendidikannya. Pada kondisi ekonomi yang mapan dan stabil bisa saja cabang pohon baru di mulai pada tingkat perkuliahan.
Untuk mengaplikasikan hal ini penulis mengusulkan dibuatnya SLTA yang integral dalam satu jenis disiplin ilmu. Dimana SLTA tersebut mencakup beberapa spesialisasi yang hampir sama. Contohnya SLTA IPA, SLTA Sosial, SLTA tekhnik, SLTA Agama dan lain sebagainya.. Bentuknya hampir sama dengan jurusan yang ada sekarang di SMU dan SMK, tapi lebih menjurus dan mendalam. Setamatnya dari pendidikan ini siswa dapat memilih antara melanjutkan atau lansung terjun ke lapangan kerja, karena mereka sudah memiliki ketrerampilan yang memadai. Bahkan ini juga peluang untuk memperbaiki mutu dan kapasitas tenaga kerja Indonesia, baik di dalam maupun yang dikirim ke luar negeri sebagai TKI, dan mereka telah terampil dan harganya tidak terlalu mahal yang membuka peluang banyaknya negara asing yang mengontrak mereka (dari pada kita hanya mampu mengirim pembantu dan cleaning servis). Pada tingkat inilah peluang untuk membuat pesantren yang merupakan SLTA Agama.
d. Dahan dan ranting
Pada level ini setiap orang memiliki peluang untuk masuk tanpa batasan umur, yang penting memenuhi syarat-syarat ilmiah. Sehingga siapa saja dapat memperluas wawasan dan kemapuannya sesuai dengan keinginan dan kesempatan yang dimilikinya. Dengan sistem ini seorang ahli ekonomi bisa saja masuk fakultas syariah di sebuah universitas, atau seorang sarjana kedokteran mengambil spesialisasi lain dibidang arsitektur dan seterusnya. Karena diantara keistimewaan dahan dan ranting adalah dapat tumbuh di mana-mana di batang pohon dan siapa saja dapat berpindah-pindah dari satu dahan ke dahan yang lain dan dari satu ranting ke ranting yang lain.
2. Integral bukan parsial
Pembaharuan yang diharapkan hendaklah pembaharuan yang integral bukan parsial. Karena pembaharuan parsial tidak obahnya dengan tambal sulam, akibatnya pendidikan Indonesia menjadi compang-camping. Apalagi kalau memang ingin merealisasikan sistem pohon pendidikan seperti yang penulis gambarkan di atas Oleh sebabitu pembaharuan harus mencakup semua segi pendidikan, baik dari segi tujuan pendidikan, kurikulum dan mata pelajaran, teknis dan metode serta srategi pengajaran, sarana dan fasilitas pendidikan, sistem evaluasi dan lain sebagainya. Pada kesempatan ini penulis menekankan perlunya pengembangan proses pendidikan dengan menggunakan tekhnologi pendidikan. Disini tidak cukup dengan adanya internet di sebuah sekolah (baik SLTP ataupun SLTA dst) tapi bagaimana agar kemajuan teknologi tersebut betul-betul dalam rangka mendukung proses belajar dan mengajar.
Disamping itu untuk mendukung penerapan sistem pohon pendidikan penulis melihat perlunya perubahan pada model atau tipe universitas yang ada. Model yang ada sekarang adalah sebuah universitas terdiri dari beberapa fakultas yang mewakili sebuah spesialisasi besar, kemudian fakultas tersebut terdiri dari beberapa jurusan yang merupakan spesialisasi yang lebih kecil lagi. Kondisi ini kurang mendukung untuk pelaksanaan sistem pohon pendidikan. Akan sangat ideal apabila fakultas yang ada berubah menjadi universitas. Artinya universitas tersebut hanya terdiri dari satu spesialisasi induk, maka akan muncul universitas kedokteran, universitas tekhnik, universitas syariah dan seterusnya. Model semacam ini telah diterapkan dengan sukses di Jepang seperti: Universitas Studi-Studi Asing Osaka, Universitas Perdagangan Otaro,Universitas Kedokteran dan Kedokteran Gigi Tokyo, Universitas Pertanian Tokyo dan lain sebagainya. Di Prancis Universitas Sorbon di pecah menjadi 13 universitas sesuai dengan spesialisasi yang ada. Begitu juga di negara-negara maju lainnya seperti: Amerika, Jerman, Australia dan Austria, sistem ini telah diterapkan dengan baik sekali.
3. Kerja bukan teori
Sejalan dengan ide pembentukan SLTA yang integral serta sistem pohon pendidikan maka orientasi pembaharuan haruslah kepada kerja bukan kepada berapa banyak yang teori yang dipelajari. Karena kenyataan menunjukkan banyaknya mata pelajaran yang dipelajari di satu tingkat, lalu pada tingkat berikutnya pelajaran tersebut tidak ada gunanya sama sekali, atau belum bisa di bawa ke lapangan kerja. Bahkan ini terjadi dalam bidang yang hampir sama. Contohnya seorang siswa yang belajar di jurusan IPA di SLTA mempelajari beberapa mata pelajaran yang kalau mereka melanjutkan ke jurusan yang sama pada tingkat perkuliahan, pelajaran tersebut tidak ada gunanya bagi mereka atu lebih detail lagi tidak dapat mereka praktekkan ketika mereka masuk ke lapangan kerja.
Sehingga sudah merupakan fenomena umum apabila seorang sarjana tekhnik yang baru bekerja di sebuah perusahaan tekhnik harus melalui beberapa kursus dan training baru dapat bekrja dengan semestinya pada perusahaan tersebut. Apa gunanya empat tahun atau lebih kuliah di fak. Teknik lalu ketika masuk bekerja belum dapat langsung bekerja? Oleh sebab itu pembaharuan pendidikan harus mengarah kepada pembentukan tenaga-tenaga terampil yang siap pakai dalam berbagai disiplin ilmu. Target ini menghendaki adanya kolerasi antara apa yang dipelajari di bangku perkuliahan dengan kenyataan yang ada di lapangan kerja. Kalau perlu setiap perusahaan besar (BUMN misalnya) seharusnya membuat SLTA dan perkuliahan tersendiri yang mampu melahirkan tenaga-tenaga terampil di perusahaan tersebut. Sehingga betul-betul ada jalinan yang kuat antara pendidikan dan kerja.
4. Mengurangi tekanan internal dan eksternal
Seharusnya pendidikan terbebas dari tekanan-tekanan internal dan eksternal, agar pendidikan betul-betul untuk mendidik dan untuk mencerdaskan bangsa. Bukan untuk kemaslahatan pihak-pihak tertentu ataupun untuk kepentingan penguasa. Dengan kebebasan pendidikan dari segala tekanan luar dan dalam, persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud. Karena rakyatnya memiliki tingkat ilmu pengetahuan yang hampir sama dan merata, sehingga tidak ada satu pihak pun mampu mengelabui pihak lain yang lebih bodoh. Diantara bentuk tekanan internal sebagai contoh adanya sekolah yang di bawah kontrol departemen pendidikan, lalu yang lain di bawah kontrol departemen agama, kemudian yang satu lagi dibawah departemen pertahanan dan keamanan, dan yang lain lagi di bawah departemen kepemudaan. Kondisi ini hanya akan menyebabkan perbedaan bentuk wawasan dan cara berfikir yang pada kemudian hari merupakan faktor pemicu pertikaian.
Dengan menyatukan kurikulum pada tingkat wajib belajar (6-15 tahun) maka kesatuan wawasan dan pemikiran akan semakin terjaga. Adapun faktor eksternal adalah tekanan-tekanan pihak luar untuk menerapkan satu sistem tertentu dalam pendidikan Indonesia. Karena bagaimana pun juga negara dan bangsa Indonesia memiliki wawasan, adat kebiasaan, pola hidup yang jelas tidak sama dengan negara lain yang memaksakan satu sistem tersebut.
5. Prioritas skill pendidikan
Sebagaimana yang telah diisyaratkan di atas, setiap orang yang terjun kedunia mendidik haruslah
memiliki spesialisasi pendidikan. Apapun yang menjadi spesialisasinya, namun bila ingin menjadi guru atau dosen maka hendaklah lebih dulu mempelajari ilmu-ilmu pendidikan. Ide ini dapat direalisasikan dengan membuka diploma pendidikan, sekurang-kurangnya satu tahun dan selama-lamanya dua tahun. Setiap sarjana S1 yang akan mengajar di SLTA misalnya harus mengambil diploma pendidikan satu tahun. Dan yang akan menjadi dosen harus mengambil diploma dua tahun. Dengan cara ini tingkat kemahiran dan wawasan seorang guru dalam mengajar dapat ditingkatkan dan selanjutnya prestasi siswa/mahasiswanya juga akan lebih baik.
6. Perbaikan status sosial guru
Di Indonesia gaji guru di tingkat SD, SLTP dan SLTA sangatlah minim dibandingkan dengan seorang dosen. Padahal tugas dan usaha yang harus mereka lakukan lebih urgen. Karena dari peran merekalah diharapkan lahirnya warga negara yang berloyalitas tinggi kepada bangsa dan negara, berkemauan keras untuk maju. Dan pada hakekatnya merekalah yang menjadi batang pohon. Sementara pendidikan di tingkat universitas adlah dahan dan ranting. Apabila dahan dan ranting patah, pohon masih akan berpeluang untuk hidup.
Tapi apabila batangnya yang patah dan keropos maka pohon akan mati dan dahan beserta rantingnya tidak akan dapat berbuat apa-apa. Penulis melihat kiranya Indonesia perlu melihat dan meniru sistem Jepang yang sangat berhasil. Di Jepang piramida gaji para tenaga pengajar di berbagai jenjang pendidikan terbalik dari piramida yang biasa. Dimana gaji yang paling tinggi adalah guru-guru pada tingkat pendidikan dasar, kemudian menengah, atas dan seterusnya. Sehingga pendidikan dasar mereka sangat kuat, karena gurunya betul-betul berkonsentrasi dan mengerahkan segala kemampuannya untuk mendidik. Tentunya pada waktu sekarang ini kurang ideal bagi negara kita untuk mewujudkan hal tersebut, tapi kita harus mengacu kearah itu secara perlahan-lahan. Dari sekarang sudah seharusnya di mulai dengan menjadikannya sama atau di bawah sedikit dari gaji seorang dosen.
Sumber oleh: H. Irsyad Syafar Buan Lc, Dpl.Ed. Dipublikasikan di Jurnal OASE edisi 16 Th.2000
Salam Kekuatan Berawal Dari Hati bayoete.blogspot.com
No comments:
Post a Comment
Silahkan Komentar maupun Pesannya.... lampirkan alamat email atau web anda:..... Thanks